SIARAN PERS No: 62/SP/HM.01.02/POLKAM/04/2025
Mediazonabantennews.my.id Polkam, Jakarta - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) memiliki dampak multidimensi yang signifikan, mencakup aspek kesehatan masyarakat, perekonomian nasional, dan hubungan diplomatik antar negara. Karenanya Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal Polisi (Purn.) Budi Gunawan, menekankan urgensi implementasi sistem satu komando yang terpadu, disertai koordinasi lintas sektor guna meningkatkan efektivitas penanganan Karhutla.
Demikian disampaikan Ketua I Satgas Koordinasi Penegakan Hukum Desk Karhutla, Irjen. Pol. Asep Edi Suheri, pada Rapat Koordinasi Satgas Koordinasi Penegakan Hukum Desk Karhutla di Kantor Bareskrim, Mabes Polri Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri tersebut juga menyampaikan berdasarkan hasil penindakan hukum terhadap pelaku Karhutla menunjukkan bahwa mayoritas pelaku merupakan individu perseorangan. Sebaliknya, pelaku dari kalangan korporasi masih relatif jarang tersentuh proses hukum.
Ia menyampaikan modus yang sering dilakukan korporasi dengan memanfaatkan pihak ketiga menyulitkan proses pembuktian dalam ranah hukum.
“Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan hukum yang menyeluruh dan kolaboratif guna menjerat korporasi yang terlibat dalam praktik Karhutla,” ungkapnya.
Menurutnya, batas waktu penahanan selama 60 hari sering kali tidak mencukupi untuk menyelesaikan proses hukum karena penyidikan membutuhkan waktu lama, termasuk untuk pelaksanaan forensik serta audit terhadap perizinan lahan.
“Ketiadaan sistem koordinasi yang terintegrasi antarlembaga penegak hukum berkontribusi terhadap lambannya penanganan, termasuk terjadinya pengembalian berkas (P19) dan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3),” kata Asep.
Sementara itu Ketua II Satgas Koordinasi Hukum, Asep Nana Mulyana, menyampaikan pendekatan penegakan hukum berbasis Multi-doors (pendekatan lintas instrumen hukum) harus ditempuh melalui koordinasi antarsektor yang memiliki dasar legalitas kuat agar dapat menimbulkan efek jera.
Dalam konteks pemulihan lingkungan hidup, pidana tambahan berupa kewajiban pemulihan ekosistem perlu diintegrasikan dalam proses hukum yang menuntut kerja sama lintas instansi.
“Penegakan hukum juga harus mempertimbangkan aspek kearifan lokal dengan tetap mengedepankan pendekatan yang rasional dan pragmatis, sehingga tidak menimbulkan resistensi sosial,” kata Asep yang juga merupakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.
(Penerbit:Red)
0 Komentar